Benda-benda yang Termasuk Najis
Suatu barang (benda) menurut hukum aslinya adalah suci selama tak ada dalil yang menunjukkan bahwa benda itu najis. Benda najis itu diantaranya:
1. Bangkai binatang darat yang berdarah selain dari mayat manusia.
Adapun bangkai binatang laut -seperti ikan- dan bangkai binatang darat yang tidak berdarah ketika masih hidupnya -seperti belalang- serta mayat manusia , semuanya suci.
Adapun bangkai ikan dan belalang yang tidak berdarah, begitu juga mayat manusia, tidak masuk dalam arti bangkai yang umum dalam ayat tersebut karena ada keterangan lain. Bagian bangkai, seperti daging, kulit, tulang, urat, bulu dan lemaknya, semuanya itu najis menurut madzhab Syafii. Menurut madzhab Hanafi, yang najis hanya bagian yang mengandung roh (bagian-bagian yang bernyawa) saja seperti daging dan kulit. Bagian-bagian yang tidak bernyawa, seperti kuku, tulang, tanduk dan bulu, semuanya itu suci. Bagian-bagian yang tak bernyawa dari anjing dan babi tidak termasuk najis.
Dalil kedua madzhab tersebut adalah: madzhab pertama mengambil dalil dari kedua makna umum bangkai dalam ayat tersebut, karena bangkai itu sesuatu yang tersusun dari bagian-bagian tersebut. Madzhab kedua beralasan dengan hadis Maimunah.
"Sesungguhnya yang haram ialah memakannya." Pada riwayat lain ditegaskan bahwa yang haram ialah "dagingnya"
Berdasarkan hadits ini mereka berpendapat bahwa menurut pengertian hadits tersebut selain dari daging tidaklah haram. Lagipula madzhab kedua ini berpendapat bahwa yang dinamakan bangkai itu adalah bagian-bagian yang tadinya mengandung roh; bagian-bagian yang tadinya tidak bernyawa tidak dinamakan bangkai.
Adapun dalil bahwa mayat manusia itu suci adalah firman Allah SWT.:
"Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam (manusia)." (QS.Al-Isra':70)
Arti dimuliakan itu hendaknya jangan dianggap sebagai kotoran (najis). Lagipula seandainya mayat manusia itu najis, tentunya kita tidak disuruh memandikannya, bahkan najis-najis 'ain lainnya itu tidak dapat dicuci. Maka suruhan terhadap memandikan mayat itu adalah suatu tanda bahwa mayat manusia bukan najis, hanya kemungkinan terkena najis sehingga kita disuruh untuk memandikannya.
2. Darah
Segala macam darah itu najis, selain hati dan limpa. Firman Allah SWT.:
"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, dan daging babi." (QS.Al-Maidah:3)
Sabda Rasulullah SAW.:
"Telah dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah: ikan dan belalang, hati dan limpa." (HR.Ibnu Majah)
Dikecualikan juga darah yang tertinggal di dalam daging binatang yang sudah disembelih, begitu juga darah ikan. Kedua macam darah ini suci atau dimaafkan, artinya diperbolehkan atau dihalalkan.
3. Nanah
Segala macam nanah itu najis, baik yang kental ataupun yang cair, karena nanah itu merupakan darah yang sudah busuk.
4. Segala benda cair yang keluar dari dua pintu
Semua itu najis selain dari mani, baik yang biasa -seperti tinja, air kencing- ataupun yang tidak biasa, seperti mazi*, baik dari hewan yang halal dimakan maupun yang tidak halal dimakan. Sabda Rasulullah SAW.:
"Sesungguhnya Rasulullah SAW diberi dua biji batu dan sebuah tinja keras untuk dipakai istinja'. Beliau mengambil dua batu saja sedangkan tinja, beliau kembalikan dan berkata "Tinja ini najis"". (HR.Bukhari)
"Ketika orang Arab Badui buang air kecil di dalam masjid, beliau bersabda, "Tuangilah olehmu tempat kencing itu dengan setimba air"." (HR.Bukhari & Muslim)
Dari Ali ra. Ia berkata,
"Saya sering keluar mazi, sedangkan saya malu menanyakannya kepada Rasulullah SAW. Maka saya suruh Miqdad menanyakannya. Miqdad lalu bertanya kepada beliau. Jawab beliau, "Hendaklah ia basuh kemaluannya dan berwudhu." (HR. Muslim)
* Madzi adalah Cairan yang keluar dari kemaluan ketika ada syahwat yang sedikit.
5. Arak, setiap minuman keras yang memabukkan
Firman Allah SWT.:
"Sesungguhnya (meminum) Khamr, berjudi, (berkorban untuk berhala), mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan." (QS.Al-Maidah:90)
6. Anjing dan Babi
Semua hewan suci, kecuali anjing dan babi. Sabda Rasulullah SAW.:
"Cara mencuci bejana seseorang dari kamu apabila dijilat anjing, hendaklah dibasuh tujuh kali, salah satunya hendaklah dicampur dengan tanah." (HR.Muslim)Cara mengambil dalil dengan hadist tersebut ialah, dalam hadits ini kita disuruh mencuci bejana yang dijilat anjing. Mencuci sesuatu disebabkan tiga perkara: (1) karena hadas, (2) karena najis, (3) karena kehormatannya. Di mulut anjing sudah tentu tidak ada hadas, tidak pula kehormatannya. Oleh sebab itu, pencuciannya hanya karena najis. Babi diqiaskan (disamakan) dengan anjing karena keadaannya lebih buruk daripada anjing. Sebagian ulama berpendapat bahwa anjing itu suci, mereka beralasan dengan hadis yang diriwayatkan Abu Dawud dari Ibnu Umar, bahwa dizaman Rasulullah SAW. anjing-anjing banyak keluar masuk masjid dan tidak pernah dibasuh. Selain dari itu beralasan dengan firman Allah SWT.:
"Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu." (QS.Al-Maidah:4)Dalam ayat ini kita diperbolehkan memakan binatang yang ditangkap anjing dan tidak disuruh mencucinya lebih dahulu, sedangkan binatang itu sudah tentu bergelimang dengan air liur anjing yang menangkapnya itu.
Pendapat pertama menjawab bahwa keluar masuknya anjing ke masjid tidak menunjukan sucinya. Begitu juga ayat tersebut tak dapat menjadi dalil atas sucinya, sebab memperbolehkan memakan binatang itu tidaklah berarti tidak wajib mencucinya, hanya tidak diterangkan dalam ayat karena dalil wajib mencuci najis itu sudah cukup diterangkan pada tempat yang lain.
7. Bagian badan binatang yang diambil dari tubuhnya selagi hidup.
Hukum bagian-bagian badan binatang yang diambil selagi hidup ialah seperti bangkainya. Maksudnya, kalau bangkainya najis, maka yang dipotong itu juga najis, seperti babi atau kambing. Kalau bangkainya suci yang dipotong sewaktu hidupnya pun suci pula, Seperti yang diambil dari ikan hidup. Dikecualikan bulu hewan yang halal dimakan, hukumnya suci. Firman Allah SWT.:
"Dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba bulu unta, dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga." (QS.An-Nahl:80)Semua najis tidak dapat dicuci, kecuali arak. Jika ia sudah menjadi cuka dengan sendirinya, maka ia menjadi suci apabila cukup syarat-syaratnya, seperti yang akan diterangkan nanti. Begitu juga kulit bangkai, dapat menjadi suci dengan cara disamak.
Referensi :
Fiqh Islam | H.Sulaiman Rasjid
0 komentar:
Posting Komentar