Berapa Banyak Mahar Seharusnya.?
Jika melangsungkan pernikahan, suami diwajibkan memberi sesuatu kepada si istri, baik berupa uang ataupun barang (harta benda). Pemberian inilah yang dinamakan mahar (maskawin).
Firman Allah SWT.:
"Berilah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan." (QS.An-Nisa:4)
Pemberian mahar ini wajib atas laki-laki, tetapi tidak menjadi rukun nikah; apabila tidak disebutkan pada waktu akad, pernikahan itu pun sah.
Banyaknya mahar itu tidak dibatasi oleh syariat islam, melainkan menurut kemampuan suami beserta keridhaan si istri. Sungguhpun demikian, suami hendaklah benar-benar sanggup membayarnya; karena mahar itu apabila telah ditetapkan, maka jumlahnya menjadi utang atas suami, dan wajib dibayar sebagaimana halnya utang kepada orang lain. Kalau tidak dibayar, akan dimintai pertanggung jawabannya di Hari Kemudian. Janganlah terpedaya dengan kebiasaan bermegah-megah dengan banyak mahar sehingga si laki-laki menerima perjanjian itu karena utang, sedangkan dia tidak ingat akibat yang akan menimpa dirinya. Perempuan (istri) pun wajib membayar zakat maharnya itu sebagaimana dia wajib membayar zakat uangnya yang dipiutangnya. Ingatlah sabda junjungan kita Muhammad SAW.:
Dari Aisyah. Bahwasanya Rasulullah SAW. telah bersabda, "Sesungguhnya yang sebesar-besarnya berkah nikah ialah yang sederhana belanjanya." (HR. Ahmad)
Dari Amir bin Rabi'ah, "Sesungguhnya seorang perempuan dari suku Fazarah telah menikah dengan mahar dua terompah, maka Rasulullah bertanya kepada perempuan itu, 'Sukakah engkau menyerahkan dirimu serta rahasiamu dengan dua terompah itu?' Jawab perempuan itu, 'Ya saya ridha dengan hal itu.' Maka Rasulullah membiarkan pernikahan tersebut." (HR.Ahmad, Ibnu Majah & Tirmidzi)
Dari Jabir, "Sesungguhnya Rasulullah SAW. telah bersabda, 'Seandainya seorang laki-laki memberi makanan sepenuh dua tangan saja untuk mahar seorang perempuan, sesungguhnya perempuan itu halal baginya'." (HR.Ahmad & Abu Dawud)
Dari Abu Ajfa'. Ia berkata, "Saya dengar Umar berkata, "Janganlah berlebih-lebihan memberi mahar kepada perempuan, karena kalau hal itu menjadi kemuliaan di dunia atau akan menjadi kebaikan di akhirat, tentu Nabi lebih utama dalam hal itu. Tetapi beliau tidak pernah memberi mahar kepada istri-istri beliau dan tidak pernah pula beliau membiarkan anak-anak beliau menerima mahar lebih dari 12 auqiyah (480 dirham, sekitar 1,498 gr perak)."" (Riwayat Lima Orang Ahli Hadis, dan dinilai Shahih oleh Tirmidzi)
Seorang suami yang menceraikan istrinya sebelum bercampur (jima') wajib membayar seperdua dari mahar jika jumlah mahar itu telah ditetapkan oleh si suami atau hakim.
Firman Allah SWT.:
"Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu." (QS.Al-Baqarah:237)
Jika mahar itu belum ditetapkan banyaknya, tidak wajib membayar seperdua, yang wajib hanyalah mut'ah, bukan mahar. Pendapat ini berdasarkan firman Allah SWT. diatas. Allah SWT. menetapkan seperdua dari mahar itu apabila telah ditetapkan banyaknya. Sebagian ulama berpendapat wajib juga membayar seperdua; seperdua ini dihitung dari mahar misil atau ketetapan hakim.
Wajib membayar seperdua dari mahar saja -seperti yang disebutkan diatas- jika keduanya bercerai hidup dengan talak sebelum campur. Tetapi jika keduanya bercerai mati, umpamanya suami meninggal dunia sebelum campur, maka istri berhak sepenuh mahar diambil dari harta peninggalan suaminya itu.
Dari Alqamah. Ia berkata, "Seorang perempuan telah menikah dengan seorang laki-laki, kemudian laki-laki itu mati sebelum ia bercampur dengan istrinya itu, dan maharnya pun belum ditentukan banyaknya." Kata Alqamah, "Mereka mengadukan hal tersebut kepada Abdullah. Maka Abdullah berpendapat, 'Perempuan itu berhak mengambil mahar misil sepenuhnya, dan ia berhak mendapat pusaka dan wajib beriddah.' Maka ketika itu Ma'qil bin Sinan Al-Asyja'i menyaksikan bahwa sesungguhnya Nabi SAW. telah memutuskan terhadap Barwa'a binti Wasyiq seperti keputusan yang dilakukan oleh Abdullah tadi." (Riwayat lima orang ahli hadis dan dinilai sahih oleh Tirmidzi)
Istri berhak mempertahankan dirinya (tidak tergesa-gesa menyerahkan dirinya) kepada suaminya apabila mahar belum dibayar oleh suaminya. Sabda Rasulullah SAW.:
Dari Ibnu Abbas, "Sesungguhnya Ali, ketika ia sudah nikah dengan Fatimah, bermaksud akan mulai bercampur. Rasulullah SAW. melarangnya sebelum ia memberikan sesuatu. Maka berkata Ali kepada Rasulullah, 'Saya tidak punya apa-apa.' Jawab Rasulullah kepada Ali, 'Berikanlah baju perangmu itu.' Lalu Ali memberikannya, kemudian didekatinya (dicampurinya) Fatimah." (HR.Abu Dawud)
Referensi :
Fiqh Islam | H.Sulaiman Rasjid
0 komentar:
Posting Komentar